Muhammad Iqbal
Sang Penyair Pencetus Pakistan
PENDAHULUAN
Islam patut bangga memiliki tokoh-tokoh yang sangat berpengaruh bagi kehidupan manusia di dunia. Seperti Ibnu Sina bapak kedokteran, Al-Ghozali seorang filsuf terkemuka sekaligus bapak pendidikan, Muhammad bin Musa Al-Khawarizmi, bapak penemu angka ‘nol’, Jabir Ibn Hayyan Al-Kufi, perintis kimia moderen, Ibnu Majid, navigator penemu kompas moderen dan masih banyak lagi tokoh yang sangat berpengaruh di muka bumi. Lebih-lebih Muhammad Rasulullah SAW, seorang pemimpin bijaksana, pedagang handal, panglima pemberani, manusia berakhlaqul karimah sebagai teladan yang paling sempurna bagi umat manusia.
Diantara tokoh-tokoh terkemuka tersebut, ada seorang penyair yang filosof sekaligus politisi ulung dan diakui sebagai salah seorang reformis (mujaddid) Islam abad 20. gagasan-gagasannya yang cemerlang tak pelak lagi membawa angin pencerahan bagi umat Islam yang sedang mengalami penjajahan di berbagai pelosok dunia, bahkan memberikan kontribusi yang tidak kecil artinya bagi kelahiran sebiah Negara yang kita kenal dengan Pakistan. Tokoh terkemuka adalah Muhammad Iqbal sang penyair dari Timur.
Untuk mengenal lebih dekat tentang Muhammad Iqbal, telah ditulis dalam makalah ini mengenai sejarah hidupnya, kondisi sosial yang mempengaruhi karnyanya, metode pemikiran tentang Islam, pengaruhnya bagi perkembangan pemikiran Islam dan beberapa hal lainnya mengenai Muhammad Iqbal. Penulis berharap, makalah ini dapat bermanfaat dan memberikan wawasan tentang salah satu tokoh Islam yang telah berjuang demi kesejahteraan umat manusia. Semoga mampu menjadi secerah sinar inspirasi dan motivasi bagi generasi Islam dalam mensyiarkan cahaya Ilahi di masa selanjutnya.
PEMBAHASAN
A. Tentang Iqbal
Muhammad Iqbal dilahirkan pada 22 Februari 1867 bertepatan bulan Dzulhijjah 1289 H di Sialkot, kota tua di perbatasan antara Punjab Barat dengan Kashmir India. Berasal dari keluarga menengah keturunan Brahmana Kashmir yang telah memeluk Islam kira-kira setengah abad sebelum Iqbal lahir.
Kakek Iqbal, Muhammad Rafiq, bermigrasi dari kediaman nenek moyangnya di Khasmir untuk bermukim di Sialkot. Ayahnya, Syeih Noor Muhammad, adalah seorang sufi dan sangat mementingkan nilai-nilai kerohanian. sedang ibunya, Imam Bibi, juga dikenal sebagai muslimah yang salehah. Di bawah pimpinan spiritual ayahnya, dan pengawasan gurunya yang terkenal, Maulana Mir Hasan, perkembangan pertama kerohanian dan pikiran Iqbal telah berlangung.
Sejak lahir Iqbal telah menunjukkan sebagai anak yang luar biasa, menjadi mahasiswa cerdas dan mulai menulis sajak sejak sekolah. Ketika itu Iqbal mengirimkan karyanya kepada seorang yang terkenal menguasai sastra Urdu yang bernama Dagh (1831-1905) untuk dikoreksi. Dagh bersedia melakukan hal tersenbut, namun beberapa bulan berlalu Dagh memberitahukan Iqbal bahwa sajak-sajaknya tak memerlukan perbaikan lagi.
B. Perkenalan dengan Filsafat
Pada 1895, Iqbal telah menyelesaikan pendidikannya di Murray College Sialkot. Kemudian pindah ke Lahore untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan yang lebih tinggi. Lahore, merupakan salah satu kota pusat pengetahuan, seni dan kebudayaan India. Di kota ini juga dibentuk berbagai perhimpunan sastra yang sering mengadakan symposium sastra, dan Iqbal embacakan sajak-sajaknya. Dalam waktu yang singkat Iqbal membangun reputasinya dan menjadi bintang di dunia sastra hingga beberapa sajaknya diterima oleh berbagai jurnal dan mendapatkan resensi. Nampaknya dari kota inilah Iqbal mulai dikenal sebagai penyair yang berbakat dan professional.
Pada 1897 Iqbal menyelesaikan program BA dan dilanjutkan ke program MA dalam bidang filsafat. Selama menyelesaikan pendidikannya di Lahore, Iqbal bertemu dengan Sir Thomas Arnold, pengajar Filsafat di sekolahnya yang kemudian mengenalkannya pada kesusastraan dan pemikiran Barat.
Sir Thomas mendorong Iqbal untuk melanjutkan studinya ke Inggris, maka pada 1905, berangkatlah Iqbal ke Cambridge University untuk mendalami filsafat. Di sana ia dibimbing oleh RA Nicholson, seorang spesialis sufisme dan John ME Taggart, seorang neo-Hegelian. Pada masa inilah, hari-hari yang memberikan pengaruh terhadap perkembangan pemikirannya, Iqbal seringkali mengunjungi perpustakaan Cambridge, London dan Berli. Ia mengadakan diskusi-diskusi dengan para pemikir dan sarjana Eropa. Ia belajar filsafat di bawah bimbingan John ME Taggart. Dua tahun kemudian Iqbal pindah ke Munich, Jerman dan di sanalah Iqbal menyabet gelar PhD dalam studi Tasawuf dengan mengajukan disertasi berjudul ‘The Development of Methaphysics in Persia’ (Perkembangan Metafisika di Persia).
Setelah mendapat gelar tersebut, Iqbal ke London dan muali belajar keadvokatan sambil mengajar bahasa dan sastra Arab di Universitas London. Tahun 1908, ia kembali ke Lahore dan mengajar di Government College pada mata kuliah filsafat dan sastra Inggris sambil menggeluti profesi pengacara.
Menetap 3 tahun di Eropa memberi kesempatan kepada Iqbal untuk mempelajari serta mengamati pengetahuan dan peradaban Barat secara dekat. Dari hasil pengamatan ini, Iqbal menyimpulkan jika peradaban Barat yang kala itu menjadi peradaban yang dikagumi masyarakat dunia, kususnya orang Timur, merupakan peradaban yang terbelenggu dalam ketelanjangan. Hingga akhirnya dari yang mulanya mengagumi peradaban Barat, menjadi pengritik.
Masa tinggalnya di Eropa dan kunjungannya ke Spanyol dan SIsilia, memberi kesadaran bagi Iqbal tentang kejayaan Islam pada masa lampau dan menggugah kesadarannya terhadap kesuraman dan kegelapan yang dialami dunia muslim. Kesadaran itu juga telah menyalakan hasrat di dadanya untuk memberi semangat baru kepada kaum Muslim. Setelah sekembalinya dari Eropa, ia mengungkapkan hasratnya yang menyala ini dalam puisi yang kini sangat terkenal, yang ditujukan kepada Sir Abdul Kadir.
C.Perkenalan dengan Politik
Terjunya Iqbal di dunia Politik, dimulai ketika ia mulai ambil bagian dalam kehidupan politik di negerinya. Ia terpilih menjadi anggota Majelis Legislatif Punjab di tahun 1927 dan pada tahun 1930 dipilih sebagai presiden tahunan dari liga Muslimin. Selama periode inilah ia menguraikan rencananya untuk pemecahan masalah-masalah Anak Benua India. Ia menjadi pendukung gagasan tentang sebuah Negara Islam di wilayah Timur Laut India, dan sejak saat itu pendukung-pendukung Pakistan menganggapnya sebagai pemimpin mereka.
Walaupun mengecap pendidikan di Barat, negeri asal kapitalisme dan imperialisme saat itu, Iqbal tidak mengambil mentah-mentah faham dari Barat. Kapitalisme dan imperialisme Barat tidak disetujuinya karena telah banyak dipengaruhi materialisme dan lari dari agama. Iqbal justru bersikap simpatik pada sosialisme, karena melihat ada segi-segi persamaan antara faham tersebut dengan Islam.
Sedangkan di bidang politik, setelah menjadi presiden Liga Muslim, Iqbal menjadi semakin aktif dan bersemangat memperjuangkan nasib bangsanya untuk merdeka dari imperialis Inggris. Awalnya Iqbal adalah pendukung kemerdekaan India dan menyokong bersatunya umat Hindu dan umat Islam dalam satu Negara, tetapi kemudian ia mengubah pandanganya. Konsep nasionalisme India yang mencakup umat Hindu dan umat Islam sebenarnya bagus, menurut dia, namun lebih jauh dalam pandanganya hal itu hanya utopia belaka karena keduannya bagaikan minyak dan air yang sulit untuk disatukan, Iqbal mencurigai adanya konsep Hinduisme di belakang nasionalisme India tersebut. India memiliki dua komunitas agama besar yang masing-masing kuantitasnya cukup signifikan, maka jika mengacu pelaksanaan demokrasi, realitas tersebut haruslah diperhatikan.
Tuntutat umat Islam untuk memperoleh kemerdekaan dan Negara terpisah dari India menurutnya wajar dan perlu. Konsep pembentukan Negara Islam ini pun dituangkan dalam rapat tahunan Liga Muslim pada tahun 1930, Iqbal menyatakan “saya ingin melihat Punjab, daerah perbatasan utara Sindhi dan Bulukhistan menjadi satu Negara” dari sanalah garis perjuangan umat Islam India ditancapkan.
Dalam pembentukan Negara Pakistan ini, pembaharu-pembaharu Muslim di India sebelumnya, memegang peranan yang cukup penting dalam mewujudkan terbentuknya sebuah Negara yang diidam-idamkan oleh komunitas Muslim India tersebut. Sebutlah nama Sayyid Ahmad Khan dengan ide agar umat Islam mengikuti perkembangan ilmu pengetahuan, kemudian ada Sayyid Amir Ali dengan ide agar umat Islam tidak menolak modernisme, Iqbal dengan konsep dinamikanya, semuanya dalam tataran ide dan langkah nyata untuk membantu upaya-upaya Muhammad Ali Jinnah, Bapak Pakistan, dalam mewujudkan sebuah Negara Pakistan yang kita kenal saat ini.
Dalam bidang pembaharuan Islam, Iqbal berpendapat bahwa kemunduran umat Islam, selama 500 tahun terakhirdisebabkan oleh kebekuan dalam pemikiran. Dengan alas an untuk mempersatukan umat, sebagian ulama membuat syariat menjadi alat untuk membuat umat menjadi junub, dengan cara menutup pintu ijtihad, seolah-olah qaul ulama terdahulu adalah sesuatu yang sacral dan tak boleh diperdebatkan. Padahal menurut Iqbal hukum tidak statis, tetapi dapat berkembang sesuai perkembangan zaman.
Ijtihad tidak boleh tertutup, kebebasan menggunakan rasio dan berpikir harus dikembangkan. Secara prinsip, lanjutnya Islam mengajarkan dinamisme, al-Qur’an selalu menganjurkan pemakaian akal serta ayat atau tanda kekuasaan yang terdapat dalam alam raya. Orang yang tidak peduli dengan tanda-tanda itu akan ‘butek’ (buta tekhnologi) dan ketinggalan. Islam mengajarkan dinamisme untuk maju dan berkembang. Islam pun mengakui adanya gerak dan perubahan dalam hidup sosial manusia. Satu hal yang prinsipil adalah ijtihad. Iqbal dalam syair-syairnya mendorong umat Islam agar selalu bergerak dan jangan tinggal diam. Intisari hidup adalah gerak dan hukum hidup adalah berkreasi, maka Iqbal dengan semangat tinggi mengajak umat Islam agar bangkit dari ‘tidurnya’ dan berkreasi, menciptakan tatanan dunia baru. Bahkan, begitu tingginya Iqbal menghargai gerak sampai-sampai ia menyatakan bahwa seorang kafir yang aktif dan gesit lebih baik daripada seorang Muslim yang suka tidur.
D. Mengenal Pemikiran Iqbal
Mengenai pemikirannya, secara umum Iqbal merupakan penyair yang filosof dalam artian karya-karya puisi bukanlah puisi biasa tanpa terkandung maksud dan tujuan. Tetapi bakat Iqbal dalam menuangkan pemikirannya tidak hanya masalah politik atau seni tapi juga masalah lain. Diantaranya adalah pandangan Iqbal tentang Tuhan, seperti penjelasan berikut:
1. Tuhan Bagi Iqbal
Dalam pemikiran filsafat, Iqbal mengumandangkan misi kekuatan dan kekuasaan Tuhan, selain itu beliau juga menyatakan bahwasanya pusat dan landasan organisasi kehidupan manusia adalah ego yang dimaknai sebagai seluruh cakupan pemikiran dan kesadaran tentang kehidupan. Pemikiran Iqbal tentang Tuhan dapat diperiodesasikan secara sederhana ke dalam tiga periode;
a.1901-1908 : Masa Kelahiran
Iqbal menyakini Tuhan sebagai keindahan abadi, yang ada tanpa tergantung pada dan mendahului segala sesuatu, dan karena itu menampakkan diri dalam semuanya itu. (28)pada dasarnya pemikiran itu bersifat Platonis, bahwasanya Plato juga menganggap tuhan sebagai keindahan abadi, sebagai alam universal yang mendahului segala sesuatu dan terwujud pada kesemuannya itu sebagai bentuk.
b.1908-1920 : Masa Pertumbuhan
Kunci untuk memahami masa ini adalah perubahan sikap Iqbal ke arah perbedaan yang ia tarik antara keindahan sebagaimana tampak pada segala sesuatu, di satu pihak, dan cinta kepada keindahan pada pihak lainnya. Sikap tersebut bermula dari kesangsian yang memunculkan semacam pesimisme, yang menyelinap ke dalam dirinya, tentang sifat kekal dari keindahan dan efisiensinya serta kausalitas-akhirnya.
Tuhan menyatakan dirinya bukan dalam dunia terindera melainkan dalam pribadi terbatas; dank arena itu usaha mendekatkan diri kepadaNya hanya dimungkinkan lewat pribadi. Dengan demikian, mencari Tuhan bersifat kondisional terhadap pencarian diri sendiri. Demikian pula, tuhan tidak bias diperoleh dengan meminta-minta dan memohon semata, karena hal seperti itu menunjukkan kelemahan dan ketidak berdayaan. Mendekati Tuhan haruslah konsisten dengan ketinggian martabat pribadi.manusia harus mencari dengan kekuatan dan kemauannya sendiri.
c.1920-1938 : Masa Kedewasaan
Di tahun ini Iqbal mengumpulkan unsur-unsur dari sintesisnya dan kini menghimpunya dalam suatu sistem yang menyeluruh. Tuhan adalah “hakikat sebagai suatu keseluruhan pada dasarnya bersifat spiritual – dalam arti suatu individu dan suatu ego.Ia dianggap sebagai ego karena, seperti pribadi manusia, Dia adalah“. Suatu prinsip kesatuan yang mengorganisasi, suatu paduan yang terikat satu sama lain yang berpangkal pada fitrah kehidupan organisme-Nya untuk suatu tujuan konstruktif”. Tepatnya, Dia bukanlah ego melainkan Ego mutlak. Dia bersifat mutlak karena Dia meliputi segalanya, dan tidak ada sesuatupun di luar Dia.
Mengenai konsep Wahdah al-Wujud Iqbal memiliki perspektif bahwapengidentifikasian keinginan pribadi dengan kehendak Tuhan melalui cara penyempurnaan diri, bukan penafian diri. Kehendak manusia pada posisi demikian menjadi otonom, tetapi tetap dalam koridor bimbingan Ilahi. Iqbal tidak serta merta mengakui kedaulatan postulat milik Descartes, cogito ergo sum, karena eksistensi manusia tidak ada hanya dengan melakukan kegiatan berpikir untuk mengeksiskan diri. Intelektualisme yang hanya mendewakan rasionalitas tidak akan eksis tanpa ada aktivisme yang berdimensi praktis.
2.Keindahan dan Seni Bagi Iqbal
Selain pemikirannya tntang Tuhan, Pandangan membuat Negara Islam di Pakistan, Iqbal juga memiliki rumus tersendiri mengenai keindahan dan seni. Menurut Iqbal dengan mengikuti tradisi Neo-Platonis, Iqbal menganggap keindahan sebagai abadi, dan sebagai sebab yang efisien dan final dari segala macam cinta, setiap hasrat, dan semua gerak.
Dalam masa pertama dan kedua pemikiran Iqbal, ia menganggap keindahan menciptakan cinta. Namun pada masa berikutnya, yang berlangsung dari tahun 1920 hingga akhir hidupnya, proses penciptaan yang terjadi adalah sebaliknya. Sekarang, kehendak akan kekuasaan atau tenaga – ego menjadi pencipta keindahan. Esensi dari hakikat bukan lagi keindahan, tetapi cinta atau kemauan sang ego. Tuhan, Ego Tertinggi. Dia adalah pencipta alam semesta. Manusia juga adalah ego merdeka, dan seperti Dia, pencipta segala sesuatu. Tuhan membuat alam, tetapi manusialah, sebagai wakil Tuhan, yang membuatnya indah. Dengan kemampuannya ini, manusia dapat menghadapi penciptannya dengan kebanggaan.
Iqbal memandang kemauan adalah sumber utama dalam seni, sehingga seluruh isi seni, sensasi, perasaan, sentimen, ide-ide dan ideal-ideal harus muncul dari sumber ini. Karena itu, seni tidak sekedar gagasan intelektual atau bentuk-bentuk estetika melainkan pemikiran yang lahir berdasarkan dan penuh kandungan emosi sehingga mampu menggetarkan manusia.
Karena itu, Iqbal memberi kriteria tertentu pada karya seni ini. Pertama, seni harus merupakan karya kreatif sang seniman, sehingga karya seni merupakan buatan manusia dalam citra ciptaan Tuhan. Ini sesuai dengan pandangan Iqbal tentang hidup dan kehidupan. Menurutnya, hakekat hidup adalah kreativitas karena dengan sifat-sifat itulah Tuhan sebagai sang Maha Hidup mencipta dan menggerakan semesta. Selain itu, hidup manusia pada dasarnya tidaklah terpaksa melainkan sukarela, sehingga harus ada kreativitas untuk menjadikannya bermakna. Karena itu, dalam pandangan Iqbal, dunia bukan sesuatu yang hanya perlu dilihat atau dikenal lewat konsep-konsep tetapi sesuatu yang harus dibentuk dan dibentuk lagi lewat tindakan-tindakan nyata.
Dalam pemikiran filsafat, gagasan seni Iqbal tersebut disebut sebagai estetika vitalisme, yakni bahwa seni dan keindahan merupakan ekspresi ego dalam kerangka prinsip-prinsip universal dari suatu dorongan hidup yang berdenyut di balik kehidupan sehingga harus juga memberikan kehidupan baru atau memberikan semangat hidup bagi lingkungannya, atau bahkan mampu memberikan “hal baru” bagi kehidupan.
Konsep-konsep seni dan keindahan Iqbal tersebut hampir sama dengan teori seni Benedetto Croce (1866-1952 M), seorang pemikir Italia yang sezaman dengan Iqbal. Menurutnya, seni adalah kegiatan kreatif yang tidak mempunyai tujuan dan juga tidak mengejar tujuan tertentu kecuali keindahan itu sendiri, sehingga tidak berlaku kriteria kegunaan, etika dan logika.
Kegiatan seni hanya merupakan penumpahan perasaan-perasaan seniman, visi atau intuisinya, dalam bentuk citra tertentu, baik dalam bentuk maupun kandungan isinya. Jika hasil karya seni ini kemudian diapresiasi oleh penanggap, hal itu disebabkan karya seni tersebut membangkitkan intuisi yang sama pada dirinya sebagaimana yang dimiliki oleh sang seniman1. Dengan pernyataan seperti ini, teori Croce berarti terdiri atas empat hal, (1) bahwa seni adalah kegiatan yang sepenuhnya mandiri dan bebas dari segala macam pertimbangan etis, (2) bahwa kegiatan seni berbeda dengan kegiatan intelek. Seni lebih merupakan ekspresi diri atas pengalaman individu (intuitif) dan menghasilkan pengetahuan langsung dalam bentuk individualitas kongkrit, sedang intelek lebih merupakan kegiatan analitis dan menghasilkan pengetahuan reflektif. (3) bahwa kegiatan seni ditentukan oleh perkembangan kepribadian seniman, (4) bahwa apresiasi adalah penghidupan kembali pengalaman-pengalaman seniman di dalam diri penanggap.
Pandangan seni Iqbal tidak berbeda dengan teori Croce tersebut, kecuali pada bagian pertama. Iqbal menolak keras kebebasan seni dan keterlepasaannya dari etika. Iqbal justru menempatkan seni dibawah kendali moral, sehingga tidak ada yang bisa disebut seni betatapun ekspresifnya kepribadian sang seniman kecuali jika mampu menimbulkan nilai-nilai yang cemerlang, menciptakan harapan-harapan baru, kerinduan dan aspirasi baru bagi peningkatan kualitas hidup manusia dan masyarakat. Dengan demikian, gagasan seni Iqbal tidak hanya ekspresional tetapi sekaligus juga fungsional.
3. Karya Iqbal
Menjelang kembali dari Eropa, Iqbal menulis sajak-sajaknya yang membuka pintu baru bagi pemikiran dunia Islam Syikwa dan Jawab-i-Syikwa (keluhan dan jawaban terhadap keluhan) yang menjadi saksi tentang perubahan yang terjadi dalam dirinya. Ia merumuskan risalahnya yang pertama kali dalam Asrar-i-Khudi dan Rumuz-i-Bekhudi (Rahasia Pribadi dan Misteri Peniadaan Diri) yang masing-masing diterbitkan dalam tahun 1915 dan 1918., yang ditulis dalam bahasa Persi.
Asrar-i-Khudi, yang memberi gambaran tentang tema pusat dari filsafat Iqbal, karya tersebut membuat seorang Profesor R.A. Nicholson sangat terkagum-kagum karena kekuatan yang dimiliki sajak tersebut, sehingga ia menerjemahkannya ke dalam Bahasa Inggris dan diterbitkan tahun 1920.
Rumus-i-Bekhudi membicarakan subyek yang serupa. Sajak tersebut merupakan himbauan untuk peningkatan individual yang ditujukan pada kebangunan kembali semua orang dalam suatu masyarakat Islam yang sejati. Dalam Bang-i-Dara (Panggilan Lonceng), sebuah kumpulan sajak dalam bahasa Urdu, ditemukan keseimbangan yang penuh antara penyair dan filosof. Pada 1923 muncul Payam-i-Masyriq (Risalah dari Timur) yang ditulis sebagai pasangan “Divan”nya Goethe, dan merupakan sebuah kumpulan sajak dalam Bahasa Persi. Ia memperlihatkan kecakapan tingkat tinggi dan penguasaan yang sempurna dalam bahasa. Karya-karya Iqbal yang telah disebutkan merupakan sekelumit dari karyannya yang dapat ditulis dalam makalah ini. Dan masih banyak lagi karya Iqbal yang telah menjadi kekayaan berharga dalam khazanah keilmuan Islam.
KESIMPULAN
Umat Islam India patut bersyukur karena memiliki tokoh hebat yang telah memberikan pencerahan dalam membangun semangat berjuang menuju kemerdekaan dari belenggu keterpurukan dan kemerosotan Islam multi dimensi. Muhammad Iqbal sang penyair, penulis prosa, filosof, ahli bahasa, ahli hukum, politisi, guru dan berbagai kecakapan lain yang dimiliki telah mewariskan semangat perjuangan menuju pembebasan dari belenggu penjajahan bangsa lain. Dialah yang memimpikan Pakista dan pada 1930 menguraikan skema suatu Negara Islam di anak benua itu dalam pidato pembukaan sidang Liga Muslim seluruh India di Allahabad.n (yang akhirnya dapat terbentuk Negara Pakistan pada 1947 setelah beliau meninggal dunia) itulah warisan terbesar yang telah dititipkan Iqbal kepada kaum Muslim. Pandanganya mengenai pendidikan telah diuraikan oleh K.G. Saiyidain dalam karyanya “Filsafat Pendidikan Iqbal”
Pemikiran Iqbal yang cemerlang tidaklah terlepas dari didikan kedua orang tuanya yang telah menanamkan kekritisan dan kedisiplinan sejak kecil, serta guru-gurunya yang telah membimbing dan mendorongnya untuk terus berkarya dan juga teman-teman diskusinya yang telah membuka wawasan berpikirnya. Iqbal telah menempatkan kita pada jalan yang benar kearah pencapaian kehidupan dan pemikiran yang paling tinggi. Ia telah mengantarkan kita melewati jalan panjang dengan tuntunanya. Kemudian ia meninggalkan kita dengan berkata: Jangan berhenti; teruslah berjalan. Engkau mencapai tingkat demi tingkatan. Jangan berhenti di antara salah satu tingkatan itu ambillah selalu yang paling akhir. Teruslah mendaki dan mendaki hingga ke ketinggian yang lebih tinggi dan lebih tinggi lagi. Tidak ada batas bagi prestasimu, asalkan engkau tetap gigih
Iqbal, Filosof penyair itu wafat pada tahun 1938 M, tetapi semangat dan pengaruhnya masih membekas di dada generasi-generasi penerusnya. Sebelum wafat, ia sempat bersyair di hadapan sahabat-sahabat setianya. “Ku katakan pada mu bahwa seorang Mukmin, jika maut datang senyumnya kan merekah di bibir”.
DAFTAR PUSTAKA
Ahmad, Jamil, Seratus Muslim Terkemuka, Terj Tim Pustaka Firdaus (1987) Jakarta:Pustaka Firdaus
Luce, Miss-Claude Maitre, Pengantar ke Pemikiran Iqbal, terj Djohan Effendi (1981) Jakarta: Pustaka Kencana
Pemikiran Pembaharuan Muhammad Iqbal,diakses dari www.lfaliqi's Blog, com,diakses 9 Januari 2011
RA Gunadi, penyuting, Dari Penakluk Jerusalem Hingga Angka Nol (2002) Jakarta : Republika
Syarif, Iqbal tentang Tuhan dan Keindahan, terj. Yusuf Jamil.(1993) Jakarta: Mizan.
saya sangat bangga mengenal karya anda
BalasHapus