Kerajaan Syafawi
PENDAHULUAN
Islam hadir di muka bumi menyelamatkan manusia dari kejahiliyahan, hadirnya membawa kemaslahatan bagi penghuni dunia. Kedatangan Islam ditandai dengan ditusnya Muhammad SAW sebagai utusan Allah penyebar risalah Islamiyah. Sekitar 610 M Nabi Muhammad SAW menerima wahyu al-Qur’an pertama kalinya di Mekkah dan dua tahun kemudian mulai mengajarkannya. [1]
Dalam perjalanannya, Islam mengalami beberapa periode dalam hal pemegang tampuk kepemimpinan. Periode awal dipimpin oleh Rasulullah Muhammad SAW, kemudian para Khulafaur Rosyidin, yang selanjutnya dilanjutkan oleh para sahabat dan tabi’in hingga generasi selanjutnya.
Ditinjau dari sisi sejarah peradaban Islam, banyak terjadi beberapa model periodesasi sejarah Islam diantaranya adalah periodesasi menurut Harun Nasution yang terbagi dalam tiga periode, Periode Klasik (650-1250 M), Periode Pertengahan (1250-1800 M) dan Periode Moderen (1800 M sampai sekarang).
Periode pertama adalah masa Rasulullah SAW hingga jatuhnya pemerintahan Bani Abbas di Bagdad. Periode pertengahan dimulai dari jatuhnya Bani Abbas hingga datangnya pengaruh modernisasi di Eropa ke dalam dunia Islam. Dalam periode ini ditandai dengan masa-masa kemunduran pertama peradaban Islam yang sering disebut masa stagnan, yakni sejak jatuhnya Bani Abbas hingga lahir tiga kerajaan besar; Safawi di Persia, Mughol di India dan Usmani di Turki. Periode terakhir atau periode moderen ditandai dengan masa penjajahan Eropa terhadap dunia Islam. [2]
Berdasarkan periodesasi tersebut, penulis berusaha mendeskripsikan salah satu tiga kerajaan besar Islam masa periode pertengahan yaitu Kerajaan Safawi di Persia, dengan beberapa sub bahasan yaitu; spesifikasi kebudayaan Islam Persia, perwujudan Negara Syi’i di Persia, prestasi-prestasi yang telah diraih, dan doktrin keimaman serta pengaruhnya terhadap kepemimpinan.
PEMBAHASAN
Pada awalnya Persia adalah sebuah tempat di wilayah barat daya Negara Iran yang mengitari teluk Persia dan mencakup daerah pusat kekuasaan terakhir Kekaisaran Persia , Persepolis , dan Pasar Godea. Persia yang kemudian disebut Iran oleh penduduknyaterdiri atas dataran tinggi yang membentang dari tanah rendah Mesopotamia (sekarang Irak) kea rah timur sampai ke dataran di lembah sungai Indus (Pakistan ).
1. Periode pra-Islam
Berabad-abad sebelum Islam lahir, Persia telah dikuasai tiga dinasti kerajaan dengan daerah taklukan yang cukup luas. Dinasti tersebut adalah:
a) Dinasti Akhamenida (Kerajaan Persia Lama). Cyrus II (549-529 SM), putra Raja Elam (Cambyses I), mendirikan dinasti ini setelah menaklukkan kerajaan media yang dipimpin kakeknya (Astyages).
b) Dinasti Arsacid (Kerajaan Parthia). Dinasti ini berhasil menguasai wilayah Persia dalam waktu relatif panjang, sekitar 476 tahun. Dinasti ini runtuh saat masa kepemimpinan Raja Artabanus V pada tahun 226 dibunuh oleh pasukan Raja Ardashir dari Kerajaan Persia (Dinasti Sasaniyah).
c) Dinasti Sasaniyah (Kerajaan Persia). Setelah mengalahkan Artabanus V, Ardasir segera menobatkan dirinya sebagai raja penguasa wilayah yang dulunya dikuasai Dinasti Arsacid.
Setelah Ardasir meninggal tampuk kekuasaan digantikan oleh putranya dan keturunan-keturunan selanjutnya. Hingga akhirnya pada masa raja terakhir yaitu Yazdarij III (raja yang mengakhiri symbol kekuasaan Sasaniyah) kerajaan ini runtuh setelah ditaklukkan paskan Islam yang dipimpin Sa’ad bin Abi Waqqas (sahabat) pada masa kepemimpinan Khalifah Umar bin Khattab. Yazdarij III wafat dalam kesendiriannya di elarian pada masa khalifah Usman bin Affan.[4]
2. Periode Kedatangan Islam
Ketika melakukan invasi ke Persia, Khalifah Umar hingga Usman tidak melakukan berbagai perubahanberarrti kecuali aspek keagamaan dan kebudayaan. Sebelum Islam di Persia lebih banyak mengadopsi kebudayaan hellenisme (Yunani), pada masa Islam kebudayaan tersebut diabsorpsi dengan menambahkan nilai keislaman di dalamnya. Di negeri inilah budaya hellenisme Islam berkembang dengan pesat, misalnya dalam ilu filsafat, yang dampaknya dapat disaksikan sampai sekarang di Negara Iran modern.
Pada masa Khulafaur Rosyidin berakhir, secara berturut-turut wilayah Persia dikuasai oleh Daulah Umayyah (661-750 M) dan Daulah Abbasiyah (749-1258 M). kedua dinasti tersebut menempatkan anggota garnisun dari kalangan suku Arab untuk mengontrol area Persia. Politik arabisasi dilancarkan penguasa Daulah Umayyah sebagai upaya memperkukuh hegemoni politik daulah ini terhadap rakyat Persia yang jauh dari pusat kekuasaan. Sedangkan pada masa Daulah Abbasiyah politik arabisasi tidak diberlakukan lagi, tetapi dengan memindahkan pusat kekuasaan dari Damaskus ke Bagdad.
Akibat tindakan politik tersebut terjadi pergolakan dalam pemerintahan, hingga akhirnya terjadi pemberontakan di beberapa daerah hingga terwujud beberapa dinasti kecil di Persia diantaranya adalah Dinasti Samaniyah (819-1005 M) yang menguasai wilayah utara Persia dan Asia Tengah, pemerintah Samaniyah dikenal karena berhasil membawa Persia menuju kemakmuran dan kedamaian yang ditandai dengan pertumbuhan dunia artistik.
Periode selanjutnya Persia dipegang Dinasti Seljuk (1038-1194). Dinasti ini termotivasi untuk menguasai Persia untuk menumpas sisa-sisa kaum Ghaznawiyah yang melarikan diri ke Persia. Pada saat bersamaan pengaruh kekuasaan Umayyah di Persia melemah, ketika itulah Dinasti Seljuk menancapkan pengaruh kekuasaanya di Persia.
Seiring dengan runtuhnya imperium Islam di semenanjung Arabia dan sekitarnya akibat invansi tentara Mongol pada abad ke 13, Dinasti saljuk pun jatuh ke tangan Mongol. Persia dikuasai Mongol selama kurang lebih 3 abad. Selanjutnya
Persia diperintah Dinasti Safawi (1501-1732 M).[5] Dari sekelumit sejarah tersebut (rentetan kepemimpinan di Persia) menjadikan suatu kewajaran jika Persia merupakan daerah yang telah memiliki peradaban cukup maju di bandingkan tempat-tempat lainnya, sehingga peradaban tersebut sangat mempengaruhi perdaban umat manusia di dunia.
B. Kerajaan Syafawi di Persia
Safawi, kerajaan yang didirikan Syah Ismail (907 H/ 1501 M), dinisbahkan kepada Tarekat Safawiyah yang didirikan Syeh Safiuddin Ishaq (650 H/ 1252 M-735 H/1334 M) di Ardabil PADA 1300-an. Dalam perkembangannya, tarekat Safawiyah cenderung beralih dari lembaga tasawuf menjadi aliran agama yang cenderung kepada gerakan politik dan kekuasaan. Setelah berkuasa selama lebih dari dua abad, Kerajaan Safawi semakin melemah. Wilayah propinsi yang demikian luas menimbulkan proses pelemahan system pertahanan militer. Akhirnya pasukan Afghan menguasai Kerajaan Safawi pada 1722 M. [6]
1. Pembentukan dan Perkembangan
Syafawi merupakan salah satu tiga kerajaan besar yang hadir setelah dinasti Abbasiyah runtuh. Kekuasaan Syafawi di sebelah barat berbatasan dengan daerah kekuasaan Usmaniyah, menguasai daerah Irak, Iran, Afganistan dan Khurosan dan di Tenggara berbatasan dengan daerah kekuasaan Mughol India.[7] Berbeda dari dua kerajaan Islam lainnya (Usmani dan Mughol), kerajaan syafawi menyatakan syiah sebagai mazhab negaranya. Karena itu kerajaan ini dapat di anggap sebagai peletak pertama dasar terbentuknya Negara Iran .[8]
Kerajaan Syafawi berasal dari sebuah gerakan tarekat yang berdiri di Ardabil, sebuah kota di Azerbaijan . Tarekat ini dinisbahkan kepada tarekat Safawiyah yang didirikan Syeh Safiuddin Ishaq[9] (650 H/1252 M-735 H/1335 M). Tujuan tarekat ini adalah memerangi orang-orang yang ingkar dan kelompok ahli bid’ah. Karena itu, tarekat bersikap fanatik dan menentang kelompok selain Syi’ah. Itu sebabnya gerakan ini merasa perlu memasuki wilayah politik.[10] Kepemimpinan tarekatnya dilanjutkan oleh anak cucu beliau hingga sampai pada masa keturunanya yaitu Imam Junaid (1447-1460 M) tarekat yang lebih bersifat ukhrawi menjadi aliran yang mempunyai kecenderungan kepada politik dan kekuasaan.
Sepeninggal Junaid, pimpinan tarekat Safawiyah digantikan oleh anaknya yang bernama Haidar. Haidar mengawini putri Uzun Hasan dan melahirkan anak bernama Isma’il. Kekuatan Safawiyah mulai bangkit kembali dalam kepemimpinannya, hingga berhasil menaklukkan Tibriz, pusat kekuasaan Ak-Koyunlu. Di kota ini Isma’il memproklamirkan berdirinya kerajaan safawiyah dan menobatkan diri sebagai raja pertamanya.(1501-1524 M)
Dilihat dari asal usulnya, Safawi dipimpin oleh dua kekuatan. Pertama, kepemimpinan agama (tarekat) sebagai perintisnya. Kedua, kepemimpinan kerajaan dan bercorak formal, yaitu sejak kepemimpinan Ismail bin Haidar hingga Abbas III (1732-1736 M ). Ismail berhasil mengawali perluasan wilayah kekuasaannya yang meliputi Persia dan wilayah subur “Bulan Sabit” bahkan sampai daerah Turki Usmani.
Setelah Ismail meninggal tampuk kekuasaan digantikan oleh beberapa sultan yang berjumlah sembilan orang Tahmasp I, Ismail II, Muhammad Khudabanda, Abbas I, Safi Mirza, Abbas II, Sulaiman, Husaen, Tahmasp II. Jadi seluruh sultan berjumlah 11 orang.
Masa kekuasaan sultan kelima yaitu Abbas I (1588-1628 M) , tercatat sebagai puncak kejayaan Kerajaan Syafawi. Secara politik ia mampu mengatasi berbagai kemelut di dalam negeri yang mengganggu stabilitas Negara dan berhasil merebut kembali wilayah-wilayah yang pernah direbut oleh kerajaan lain pada masa raja-raja sebelumnya.[11]
2. Doktrin Keimaman dan Pengaruhnya
Awal munculnya kerajaan Safawi merupakan kegiatan tarekat yang pada akhirnya karena semakin berkembang pesat, merasa perlu memasuki dunia politik demi menjaga dan melebarkan eksistensi tarekat tersebut hingga akhirnya menjadi sebuah kerajaan yang besar.
Dari kenyataan tersebut dapat dipahami jika munculnya Syafawi pada dasarnya karena keyakinan keberagamaan yang terorganisir hingga mampu berkembang menjadi sebuah ideologi suatu kerajaan. Latar belakang tersebut tentunya akan berpengaruh terhadap pola pemerintahan raja-raja yang memimpinnya. Diantara pengaruh yang tampak adalah pada masa Imam Junaed yang mengerahkan para pengikut tarekat untuk menentang Negara tetangga yang beragama Kristen, selain itu Junaed juga menggunakan alasan jihad untuk melawan orang Georgia di Kaukasus yang masuk wilayah Syirwanid. Dengan kata lain penguasa Syrwanid menganggap gerakan Junaid sebagai gerakan pencaplokan terhadap wilayahnya. Maka terjadi pertempuran antara kedua belah pihak dan Junaid terbunuh dalam pertempuran tersebut pada 865 H/1461 M.[12] Dengan doktri keagamaan Junaid mampu mengerahkan pengikutnya untuk mengikuti keinginannya sebagai pemimpin.
Selain pengerahan pasukan dalam berperang, Junaid juga berhasil menanamkan kefanatikan terhadap tarekat kepada para pengikutnya. Keberhasilan tersebut dapat dilihat ketika Junaid telah meninggal para pengikutnya yang sangat ekstrim menganggap Junaid sebagai “Tuhan”. Bahkan, menurut salah satu versi, semasa kepemimpinan karismatiknya ia telah dianggap sebagai penjelmaan “Tuhan”.
Setelah Junaid meninggal, anaknya pun mewarisi strateginya dalam memimpin. Haidar putra Junaid memanfaatkan pola kepemimpinan karismatik ayahnya, yang telah dianggap sebagai sebagai “Tuhan” oleh para pengikutnya yang fanatic dan ekstrem. Atas dasar inilah kemudian Haidar dianggap sebagai “anak Tuhan”. Untuk meneruskan ambisi politik ayahnya, Haidar membentuk semcam kesatuan tentara agama yang dikenal dengan Qizilbasy (si kepala merah,karena memakai topi warna merah).
Setelah Haidar wafat, tampuk kepemimpinan diganti oleh anaknya Ismail I, sejak mengukuhkan dirinya sebagai sebagai raja, ia juga memproklamasikan Syiah Isna Asyariyah (dua belas)sebagai agama Negara. Karena Persia sebelumnya berada di bawah kekuasaan Suni, Ismail harus mendatangkan ulama Syiah dari wilayah yang kuat mempertahankan tradisi Syiah, seperti Irak, Bahrein, Dan terutama Jabal Amil, Libanon. Selain usaha tersebut Ismail juga terus melancarkan penaklukkan ke seluruh Iran dan ke sebelah timur sampai ke Heart maupun Diyarbakr (Turki), serta Bagdad, Irak. Usaha ini didukung sepenuhnya oleh pasukan Qizilbasy yang sangat fanatik dan ekstrem mendukung Ismail.
Mewarisi tradisi ayah dan kakeknya Ismail juga mengklaim dirinya sebagai titisan Tuhan dan wakil imam mahdi melalui keturunan Imam Ketujuh (Musa al-Kazim) dari dua belas imam Syiah Isna Asyariyah. Dengan cara ini, ia dapat menuntut kepatuhan mutlak dari para pendukung dan rakyatnya. Hal itu dilakukan tiada lain untuk memperkukuh kekuasaan barunya, syah Ismail memerlukan dukungan keagamaan dan politik.
Posisi kekuasaanya diletakkan di atas tiga dasar:
a) Konsep kekuasaan Persia Kuno bahwa raja adalah “Bayangan Tuhan di Bumi”
b) Tuntutan kepatuhan dari pengikutnya.
c) Pengakuannya bahwa ia adalah keturunan Imam ketujuh dan wakil imam Mahdi.
Dalam hal ideologi Syiah, Syah Abbas I melanjutkan kebijakan Syah Ismail I, guna lebih memperlancar sosialisasi dan memapankan ajaran Syiah beliau mendirikan lembaga pendidikan Syiah (sekolah teologi). Ini menunjukkan adanya perubahan besar dalam proses pengembangan lembaga dan system pendidikan Syiah pada permulaan abad ke-17di Iran terutama di ibukota Isfahan .[13]
3. Kemajuan di Bidang Filsafat dan Seni
Selama perjalananya menguasai Persia, kerajaan Syafawi telah mencapai kemajuan dalam peradabanya, di bidang tasawuf misalnya, kemajuan utama sepanjang sejarah kerajaan tersebut dimulai pada masa Syah Abbas I. kemajuan di bidang tasawuf (Tasawuf Filsafat)ditandai dengan berkembangnya filsafat ketuhanan (al-Hikmah al-Ilahiyyah), yang kemudian terkenal dengan sebutan filsafat “pencerahan” (Isyraqi) atau aliran Isfahan. Alairan ini didirikan oleh Muhammad Baqir Astarabadi, yang dikenal dengan Mir Damad (w. 1631 M) adapun tokoh besarnya adalah Sadruddin Muhammad bin Ibrahim Syirazi, dikenal dengan Mulla Sandra (w. 1640 M). nama lain pendukung aliran Isfahan ini termasuk Abu al-Qasim Astarabadi, yang dikenal dengan Mir Findiriski (w. 1640 M), dan Mulla Rajab Ali Tabrizi (w. 1669 M).[14]
Dibanding dengan Turki Usmani, Safawi lebih unggul dalam bidang pengembangan ilmu pengetahuan, khususnya filsafat. Para Filosuf dari ilmuwan yang terkenal di masa itu adalah Baha’uddin Al-Syairazi, ahli berbagai macam ilmu; Sadr al-Din al-Syairazi, seorang filosuf yang menulis Al-Hikmah al-Muta’aliyah; Muhammad Baqir Astarabaqi (pendiri aliran Isfahan) ahli berbagai pengetahuan termasuk peneliti kehidupan lebah-lebah.
Selain pendidikan (khususnya filsafat ) yang berkembang pada saat itu (kepemimpinan Syah Abbas I) unsur seni sangat ditonjolkan pada arsitektur bangunan-bangunannya, misalnya adalah dua masjid yang sangat indah; yaitu masjid Syah dibangun pada 1611 M. dan masjid Syekh Luth Allah dibangun pada 1603 M. unsure seni juga ditampakkan pada kerajinan 6tangan, keramik, karpet, permadani, pakaian, tenunan, mode, tembikar, dan lainnya. Bizad seorang pelukis kenamaan, pernah didatangkan ke Tabriz pada maa sultan Tahmasp pada 1522 M. [15]. Selain itu ada juga Riza-I Abbari (w.1635 M) , yang menghasilkan miniatur-miniatur impian dan berkilauan. Isfahan berubah menjadi kota taman, istana dan lapangan terbuka yang luas dengan banyak masjid dan madrasah.[16]
KESIMPULAN
Dari uraian yang telah dijelaskan dapat dipertegas bahwa Persia merupakan daerah yang telah berkebudayaan tinggi sebelum Islam datang, sehingga ketika Islam telah masuk ke daerah tersebut bisa dengan mudah memoles kebudayaan yang ada dengan nilai-nilai keislaman. Dari kebudayaan tinggi tersebut, Persia telah mempengaruhi kebudayaan dan peradaban umat manusia di muka bumi.
Sebagai kerajaan yag berkesempatan berkuasa di Persia Syafawi termasuk salah satu dari tiga kerajaan besar pada masa itu. Kebudayaan Persia kuno sedikit banyak juga mempengaruhi pola pemerintahan Syafawi hal tersebut tampak pada masa kepemimpinan Ismail yang mengklaim dirinya sebagai titisan “Tuhan” hingga menuntut ketaatan mutlak kepada pengikutnya. Dan sejak tahun pertama kekuasaanya, Ismail telah membentuk suatu jabatan yang disebut vakil-i nafs-i nafis-humayun yaitu jabatan wakil Syah, baik sebagai pemimpin politik (padishah), maupun sebagai pemimpin spiritual.
sejak diresmikannya kerajaan Syafawi oleh Ismail I dan berakhirnya pada masa Abbas III maka kekuasaan kerajaan Syafawi diperkirakan sekitar dua abad (1501-1722 M) dengan 12 sultan yang memimpinnya dapat dibagi menjadi tiga fase perkembangan struktur :
sejak diresmikannya kerajaan Syafawi oleh Ismail I dan berakhirnya pada masa Abbas III maka kekuasaan kerajaan Syafawi diperkirakan sekitar dua abad (1501-1722 M) dengan 12 sultan yang memimpinnya dapat dibagi menjadi tiga fase perkembangan struktur :
1. Periode peralihan, ketika terjadi banyak perubahan dan penyesuaian struktur administrasi pemerintahan (1501 M-1588 M)
2. Syah Abbas I melakukan penataan kembali system administrasi Safawi (1588 M – 1629 M )
3. Fase kemunduran yang mengakibatkan runtuhnya kerajaan Syafawi (1629M- 1722 M )
Kemunduran Kerajaan Syafawiyah pada awalnya ditandai oleh ketidakcakapan para penguasanya untuk mengendalikan system pemerintahan. Selain itu, sejumlah raja pasca Syah Abbas I hamper tidak memiliki perhatian terhadap persoalan social kemasyarakatan dan kenegaraan. Hingga akhirnya pada tahun 1722 M kerajaan Syafawi yang telah berkuasa selama 222 tahun (1501-1722), jatuh ke tangan pasukan Afgan dengan kekuatan militer 20.000 prajurit.[17]
DAFTAR PUSTAKA
Amstrong, Karen, 2003. Islam a Short History; Sepintas Sejarah Islam, Terj,.Ira Puspito Rini. Yogyakarta: Ikon Teralitera.
Ensiklopedi Tematis Dunia Islam/ Editor Taufik Abdullah …[et al]. 2002. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve.
Ensiklopedi Islam / editor bahasa, Nina MArmando…[et al]. 2005. Jakarta: Ichtiar Baru Van Hoeve.
Nurhakim, Moh, 2004. Sejarah dan Peradaban Islam. Malang: UMM Press.
Sunanto, Musyrifah, 2003. Sejarah Islam Klasik, Jakarta: Prenada Media.
Yatim, Badri, 1998, Sejarah Peradaban Islam, Jakarta: Raja Grafindo Persada.
[3]. Istilah “Persia ” muncul ketika bangsa Arya (ras Indo-Eropa) menetap setelah menyerbu Iran sekitar 2000 SM. Mereka berasal dari oase di timur dan utara laut Kaspia. Pada 549 SM Cyrus Agung mendirikan Kekaisaran Persia . Pada 641 M, Persia jatuh ke tangan Islam. Setelah itu muncul dinasti kecil seperti Samaniyah, Ghaznawiyah, dan Saljuk .Lihat Ensiklopedi Islam / editor bahasa, Nina M Armando [et al…]. Jakarta : Ichtiar Baru Van Hoeve, 2005. hal. 294
[9] Syeh Safiuddin selain sebagai guru tarekat (mursyid), juga pedagang dan politisi, namun beliau tidak terlalu tertarik kepada dunia perpolitikan, dan lebih tertarik untuk mengislamkan orang Mongol, penganut agama Budha. Ia sendiri adalah seorang Sunni. Popularitasnya tidak terbatas hanya di wilayah Ardabil barat laut Iran . Jaringan para murid dan wakilnya (khalifah) terbentang dari wilayah Oxus sampai teluk Persia , dan wilayah kaukasus sampai Mesir. Lihat Ensiklopedi Tematis Dunia Islam / Editor Taufiq Abdullah..